Keilmuan, Unsur-unsur dan tehnik-tehnik perguruan pencak silat Tri sukma jati adalah bersumber dari para ulama juag bersumber dari berbagai perguruan pencak silat juga berbagai aliran silat di Nusantara, gerakan-gerakan binatang, juga bela diri luar yang diambil inti sarinya yang praktis, taktis, efektif, efisien, relistis, cerdas, lugas, mematikan juga bijaksan dalam penyelesainanya. Aliarn-aliran silat tersebut diantaranya minangkau, cimande, cikaret, cikalong, mataraman, betawi, bugis, madura dan sebagainya. yang semuanya diramu menjadi tehnik-tehnik baku dan jurus-jurus baku Tri sukma jati. seperti contoh aliarn pencak silat cikaret aliran ini mengembangkan silat kembang yang bertujuan memperhalus gerakan-gerakan silat yang benar dan halus sehingga tidak terpisah antara pakem silat dan kembngnya. bela diri dalam bahasa jawa adalah buah ajdi sifatnya bukan untuk menghantam, buah itu diuraikan dari ujung rambut sampai ujung kaki, buah itu biasanya diuraikan menjadi mati dulu. mati-hidup mati-hidup, paling tidak harus mempunyai empat buah dalam satu jurus. misalnya saat saya diserang posisi saya mati, karena mati saya menjadi hidup sehingga bisa menangkis, menolak, mengunci atau mematikan. itulah buah yang sekarng dilombakan menjadi seni bela diri.
Keilmuan perguruan pencak silat Tri sukma jati adalah ilimu haq atau baik/benar. ilmu haq adalah ilmu yang tidak melanggar, bertentangan, atau melenceng dari akidah, syariat, muuammalah, dan ahlak juga tidak bertentangan dengan agama apapun dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ). lawan dari haq/baik adalah batil/jahat. keilmuan Perguruan pencak Silat Tri sukma jati adalah universal untuk semua agam/kepercayaan dan kalangan apapun.
Contoh beberapa aliran silat
TRI SUKMA JATI :
a CIMANDE
Tak jauh di tepian sungai Mande sebuah keluarga pedagang bernama Kahir
hidup tinggal temtram dan damai. Di suatu hari istrinya pergi kesungai
untuk melakukan kegiatan sehari-hari mencuci pakaian, makanan dan membuang
hajat. Di saat istrinya mencuci pakaian di seberang tampak segerombolan
monyet memungut buah kupak di tepian sungai, selang waktu kemudian datang
seekor macan (maung) di tempat yang sama.
Monyet-monyet itu merasa terusik kenyamanannya dengan kedatangan macan,
monyet-monyet itu menjerit jerit mengeluarkan suara sekeras-kerasnya.
Suasana itu mengejutkan istri Kahir untuk memperhatikan keadaan , kemungkinan
apa yang terjadi.
Macan itu marah mengaung dan menyerang ke arah monyet dengan tangannya
yang kekar tetapi monyet yang bertubuh kecil itu, merasa tidak takut,
meloncat dengan berkelid kembali menyerang dengan mengigit di bagian perut
macan. Macan menggeliat kembali melakukan serangan- serangan namun tidak
menyentuh tubuh monyet. Sebaliknya monyet yang lain dengan meggunakan
tangkai kayu, mencoba mengganggu macan agar supaya marah dan menyerangnya
kembali. Pada saat yang sama monyet kembali berkelit dan mengigitnya.
Kejadian ini detik demi detik diperhatikan dan diamati oleh Ibu Kahir
direnungkan kembali teknik perkelaian itu. Sebagai akibatnya pekerjaannya
tertinggal tidak terselesaikan tepat waktu, sehingga Ibu Kahir kembali
ke rumah terlambat dan belum memasak makanan siang.
Keterlambatan memasak ini membuat Pak Kahir marah terhadap istrinya tak
mau mengerti . Istrinya mencoba menjelaskan tetapi suaminya marah dengan
menempeleng istrinya, dengan gerakan cepat berkelid , serangan itu dapat
dihindari.Kemarahan yang tidak terkontrol itu meluap-luap dilakukan dengan
pukulan demi pukulan namun tak berhasil menyentuh istrinya, cukup diatasi
dengan gerakan kelid.
Pak Kaher nafasnya terengah-engah, bertanya kepada istrinya: "Di
mana kamu belajar maen poho?" (artinya "menipu gerakan"
dipersingkat menjadi "maempo"). Istrinya menjelaskan kepada
suaminya , dia terlambat kembali dari sungai disebabkan lama sedang asik
menikmati perkelaian (maung) macan dan monyet. Sejak itu Kahir bertanya-tanya
bagaimana gerakan tadi, istrinya dengan rajin memberikan contoh gerakan
kelid.
Kahir dengan cermat memulai memikirkan menjadi gerakan perkelaian yang
kini dikenal dengan nama "jurus kelid pamonyet", monyet menyerang
dengan tangkai kayu menjadi "jurus pepedangan" dan serangan
tangan yang kokoh dikenal"jurus pamacan".
Karena posisi macan sewaktu menyerang monyet kedua kakinya sedang berada
di posisi duduk dan monyet menggunakan posisi kuda-kuda rendah, maka latihan
dasar Cimande pertama-tama jurus kelid dimulai dari posisi macan yaitu
duduk dan tingkat berikutnya mulai latihan dari posisi berdiri dengan
kuda-kuda pamonyet(rendah). Berikutnya teknik mempo' ini terus dikembangkan
oleh Kahir dan masyarakat setempat memberikan nama maenpo' Cimande.
(Sumber wawancara dengan Bapak Rifai Guru Pencak Silat Cimande Panca Sakti
di Jakarta 1993)
Hidup guru Kahir
(kutipan singkat dari Gema Pencak Silat Vol. 3, no. 1:18-19)
Kahir tinggal di kampung Cogreg, Bogor menjadi pendekar yang disegani
kira-kira pada tahun 1760 pertama kali memperkenalkan kepada murid-muridnya
jurus mempo' Cimande. Kemudian murid-muridnya menyebarkan luaskan kedaerah
lainnya seperti Batavia, Bekasi, Karawang, Cikampek, Cianjur, Bandung,
Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, Kuningan, dan Cirebon.
Sewaktu beliau tinggal di Cogreg Bogor, Kahir sering bepergian jauh meninggalkan
kampung halamannya untuk berdagang kuda. Pengalamannya sering di begal
oleh rampok dan bandit namun keadaan itu dapat diatasi karena kepiawaiannya
bermain maempo'.
Di Batavia berkesempatan berkenalan dengan pendekar-pendekar silat Minangkabau
dan Cina yang ahli dalam dunia persilatan untuk saling mencoba dengan
bertukar pengalaman. Pertemuan dengan ahli silat lain ini memberikan cakrawala
untuk membuka wawasan pandangan tentang permainan yang dimilikinya berinteraksi
dengan budaya lain.
Ketika berdagang di Cianjur, beliau bertemu dengan Bupati Cianjur ke VI
yakni Raden Adipati Wiratanudatar(1776-1813) Beliau menetapkan pindah
ke Cianjur dan berdomisili di kampung Kamurang. Raden Adipati Wiratanudatar
mengetahui bahwasanya Kahir mahir bermain mempo' untuk itu memintanya
untuk mengajar keluarganya, pegawai kabupaten dan petugas keamanan.
Untuk membuktikan ketrampilannya, bupati mengadakan adu tanding melawan
pendekar dari Cina dengan permainan kuntao Macao di alun-alun Cianjur.
Pertandingan yang dimenangkan oleh Kahir ini membuat namanya semakin populer
di Kabupaten Cianjur.
Pada tahun 1815 Kahir kembali ke Bogor, beliau memiliki 5 putra yaitu
Endut, Ocod, Otang, Komar dan Oyot. Dari kelima anak inilah Cimande disebarkan
keseluruh Tanah Pasundan. Sementara di Bogor yang meneruskan penyebaran
Cimande adalah muridnya yang bernama Ace yang meninggal di Tarikolot yang
hingga kini keturunannya menjadi sesepuh pencaksilat Cimande Tarikolot
Kebon Jeruk Hilir.
Pada permulaan abad XIX di Jawa Barat adalah masa-masa kejayaan Cimande
sehingga cara berpakaian Kahir dengan menggunakan pakaian celana sontok
atau pangsi dengan baju kampret menjadi model pakaian pencak silat hingga
kini.
Pada tahun 1825 Kaher meninggal dunia sedangkan buah karyanya terus berkembang
dan diterima secara luas oleh masyarakat Jawa Barat. Pola pendidikannya
dikembangkan oleh anak didiknya seperti Sera' dan aliran Ciwaringin yang
dalam perkembangannya mengadakan perubahan jurus seperti yang dilakukan
Haji Abdul Rosid. Akan tetapi berubahan itu tidak jauh berubah dari pakem
mempo'Cimande .
Dewasa ini Cimande sudah berkembang ke seluruh pelosok dunia, masalahnya
Kahir meninggalkan maempo Cimande tidak berupa catatan tertulis , oral
tradisi yang tidak sistimatis. Di desa Cimande, maempo' Cimande tidak
berada di dalam tatanan yang terpadu seperti organisasi.
Maempo Cimande perkembang bermula dari keturunan dan keluarga yang tidak
terorganisir dalam waktu yang panjang telah menghasilkan murid-murid yang
banyak dan dari senilah berkembang dengan seizin atau tidak menjadi perguruan-perguruan
Cimande yang baru yang satu dengan yang lain tidak aling mengenal lagi.
Setidak tidaknya Cimande menjadi bagian dasar pendidikan aliran-aliran
pencak silat baru yang sudah banyak tersebar diseluruh dunia.
Pola dasar Cimande
(kutipan singkat dari Gema Pencak Silat Vol. 3, no. 1:20-22)
Cimande pada mulanya menggunakan teknik perkelaian dengan jarak jauh,
yaitu pesilat mengambil jarak jangkau selepas kaki, jarak ini dimungkinkan
untuk dapat mudah menghindari serangan lawan. Jarak ini menjadi jarak
dominan untuk serang balik.
Setiap pesilat dalam melakukan serangan harus memperhatikan sikap kaki
atau kuda-kuda yang bertujuan untuk menjaga jarak lawan. Kuda-kuda pipih
yang digunakan dapat dengan mudah dipindah-pindah, dan dapat diubah-ubah
dalam kecepatan dan frekuensi tinggi. Karena dipastikan lawan akan memberikan
serangan jarak dalam bentuk pukulan atau tendangan cepat dan tinggi, untuk
mengatasinya maka diperlukan jurus agar pesilat dapat mengimbanginya.
Secara garis besar Comande dibagi dibagi dalam tatanan yaitu: Kelid Cimande,
Pepedangan Cimande dan Tepak Selancar. Kelid dan Pepedangan merupakan
jurus beladiri, sedangkan Tepak Selancar Jurus Seni (dengan iringan musik
gendang pencak).
1. Jurus Kelid Cimande
Jurus ini adalah jurus inti yang bertujuan menangkis serangan lawan dengan
berusaha merobohkannya. Kelid artinya menangkis serangan lawan sambil
berusaha merobohkannya.
Jurus ini berjumlah 33 jurus yaitu:
1.tonjok bareng,
2.tonjok saubelah,
3.kelid selup,
4.timpah seubelah,
5.timpah serong ,
6.timpah duakali,
7.batekan,
8.teke tampa,
9.teke purilit
10.tewekan,
11.kedutan,
12.guaran,
13.kedut guar
14.kelid dibeulah
15.selup dibeulah,
16,kelid tonjok
17.selop tonjok
18.kelid tilu,
19.selup tilu
20.kelid lima
21.selup lima
22 peuncitan,
23.timpah bohong
24.serong panggul,
25.serong guwil,
26.serong guar,
27.singgul serong,
28.singgul sebelah,
29.sabet pedang,
30.beulit kacang,
31.beulit jalak pengkor
32.pakala alit
33.pakala gede
Jika diperhatikan jurus kelid ini nampaknya tertumpu pada ketangguhan
tangan sebagai inti kekuatan, seperti:
Tonjok : bentuk tangan mengepal
Teke : menggunakan ruas jari tangan
Tewekan : bentuk tangan pipih menusuk
Kedutan : menggunakan telapak tangan
Guaran : menggunakan sisi tangan bagian luar aupun dalam
Singgulan : menggunakan pangkal tangan
Secara keseluruhan gerakan jurus kelid terlihat agak unik dari gerakan
silat lainnya yang pada biasanya keuatan serangan bertumpu kepada kaki
seperti silat Minangkabau.
Untuk melatihnya:
Biasanya dilakukan dengan duduk ditempat, sepasang duduk saling berhadapan
salah satu kaki dilipat dan lainnya dilonjorkan kedepan demikian pula
pasangannya dengan posisi sebaliknya. Pasangan itu melakukan serang bela
dalam posisi duduk .
Tujuan latihan ini untuk melatih daya emajinasi seseorang untuk menentukan
kuda-kuda yang tepat saat jurus-jurus tersebut dilakukan dengan posisi
berdiri. Dengan dikuasainya gerakan tangan tentunya secara otumatis dapat
dengan mudah menggunakan kuda-kuda dan serang bela.
2. Jurus pepedangan Cimande
Jurus ini bertumpu kesigapan kaki dan teknik serangan senjata golok. Dalam
latihan digunakan senjata dari bambu sebagai pengganti senjata yang sesungguhnya.
Jurus pepedangan ini berjumlah 1 rangkaian jurus yaitu elakan sebeulah
- selup kuriling - jagangan - tagongan - piceunan - balungbang- balumbang
- sabeulah - opat likur - buang dua kali - selup kuriling langsung - selop
bohong.
3. Jurus Tepak Selancar
Jurus ini hanya disajikan sebagai keindahan gerak karena jurus jurusnya
memiliki unsur keindahan dan setiap penampilannya harus diiringi musik
gendang pencak yang terdiri dari dua gendang besar(indung) dan dua gendang
kecil(kulantir) yang berperan sebagai pengiring gerakan dan mengatur tempo
lagu. Terompet sebagai melody lagu dan gong kecil (kempul) atau bende
dalam penampilannya gerakan pencak selalu ditikberatkan dengan iringan
gendang.
Pakem musik yang sudah baku ialah: tepak dua, tepak dungdung , paleredan,
golempang dan tepak tilu.
Calon murid dan kode etik
(kutipan singkat dari Gema Pencak Silat Vol. 3, no. 1:20-22)
Setiap calon murid Cimande yang akan mengikuti latihan terlebih dahulu
harus menyatakan kesediaannya mematuhi tatacara atau etika perguruan yang
amat dihormati;
Syarat-syaratnya ialah harus melalui rangkaian upacara tradisi seperti
puasa selama 7 hari yang dimulai dari hari Senin atau Kamis.
Selanjutnya membacakan sumpah atau janji (Patalekan Cimande)
1. Harus taat sdan taqwa kepada Allah dan Rasulnya
2. Jangan melawan kepada ibu dan bapak
3. Jangan melawan kepada guru dan ratu(pemerintah)
4. Jangan berjudi dan mencuri
5. Jangan ria, takabur dan sombong
6. Jangan berbuat zinah
7. Jangan bohong dan licik
8. Jangan mabok-mabokan dan menghisap madat
9. Jangan jahil dan menganiaya sesama mahluk Tuhan
10. Jangan memetik tampa ijin, mengambil tampa minta,
11. Jangan suka iri hati dan dengki
12. Jangan suka tidak membayar hutang
13. Harus sopan santun, rendah hati dan saling harga menghargai diantara
sesama manusia.
14. Berguru Cimande bukan untuk gagah-gahan , kesombongan dan ugal-ugalan
tetapi untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat.
Patalekan Cimande dijelaskan sedemikian rupa dan diulang-ulang kepada
calon murid hingga murid benar-benar memahaminya dan mematuhinya dengan
dipegang tangannya oleh guru sebagai tanda kesanggupan .
Berikutnya guru membacakan do'a tawasul dan meneteskan air bercampur daun
sirih ke mata sang murid (dipeureh) tradisi ini disebut upacara keceran
untuk menajamkan pandangan mata.
Pada dasarnya Cimande ini berfungsi sebagai media siar agama Islam oleh
karena itu ketaatan kepada Allah dan Rasulnya dengan menjalankan segala
perintahnya dan menjahui larangannya merupakan syariat yang harus ditaati
warga Cimande. Cimande merupakan pengisi dan pengekang nafsu hewani dan
sifat-sifat lain yang dapat merugikan semua pihak. Hal ini Cimande bukan
bertujuan untuk menguasai dan berkuasa atas diri manusia lainnya. Pada
hakekatnya Talek Cimande adalah roh dari pencaknya, tampa Talek Cimande,
pencak Cimande ibarat mayat yang menebarkan bau busuk yang menyesakkan.
b. MINANGKABAU
Silat Minangkabau atau lebih dikenal dengan “Silek
Minang” adalah salah satu kebudayaan khas yang diwariskan oleh nenek
moyang Minangkabau sejak mendiami bumi Minangkabau pada zaman dahulu.
Kita akan mencoba menelusuri jejak – jejak sejarah silat Minangkabau
dari sumber sejarah Minangkabau yaitu Tambo Alam Minangkabau yang penuh
berisikan kiasan berupa petatah, petitih ataupun mamang adat. Menurut
tambo ternyata Silat Minang dulu dikembangkan oleh salah seorang
penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama “Datuk Suri Diraja”,
biasa dipanggil dengan nama “Ninik Datuk Suri Diraja” oleh orang – orang
Minang saat ini.
Sultan Sri Maharaja Diraja, adalah seorang raja di Kerajaan Pariangan
. Sebuah nagari yang pertama dibangun di kaki Gunung Merapi bagian
Tenggara pada abad XII ( tahun 1119 M ).
Ninik Datuk Suri Diraja , adalah orang tua yang banyak dan dalam
ilmunya di berbagai bidang kehidupan sosial. Beliau dikatakan juga
sebagai seorang ahli filsafat dan negarawan kerajaan di masa itu, serta
pertama kalinya membangun dasar-dasar adat Minangkabau; yang kemudian
disempurnakan oleh Datuk Nan Baduo, yang dikenal dengan gelar Datuk
Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang.Ninik Datuk Suri Diraja
itulah yang menciptakan bermacam-macam kesenian dan alat-alatnya,
seperti pencak, tari-tarian yang diangkatkan dari gerak-gerak silat
serta membuat talempong, gong, gendang, serunai, harbah, kecapi, dll (
I.Dt.Sangguno Dirajo, 1919:18). Sebagai catatan disini, mengenai
kebenaran isi Tambo yang dikatakan orang mengandung 2% fakta dan 98 %
mitologi hendaklah diikuti juga uraian Drs.MID.Jamal dalam bukunya :
“Menyigi Tambo Alam Minangkabau” (Studi perbandingan sejarah) halaman
10.
Ninik Datuk Suri Diraja (dialek: Niniek Datuek Suri Dirajo) sebagai
salah seorang cendekiawan yang dikatakan “lubuk akal, lautan budi” ,
tempat orang berguru dan bertanya di masa itu; bahkan juga guru dari
Sultan Sri Maharaja Diraja. (I.Dt. Sangguno Durajo, 1919:22).
Beliau itu jugalah yang menciptakan bermacam-macam cara berpakaian,
seperti bermanik pada leher dan gelang pada kaki dan tangan serta
berhias, bergombak satu,empat, dsb.
Ninik Datuk Suri Dirajo (1097-1198) itupun, sebagai kakak ipar (“Mamak
Rumah”) dari Sultan Sri Maharaja Diraja ( 1101-1149 ), karena adik
beliau menjadi isteri pertama (Parama-Iswari) dari Raja Minangkabau tsb.
Oleh karena itu pula beliau adalah “Mamak kandung” dari Datuk Nan
Baduo.
Pengawal-pengawal Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama Kucieng
Siam, Harimau Campo, Kambieng Utan, dan Anjieng Mualim menerima warisan
ilmu silat sebahagian besarnya dari Ninik Datuk Dirajo; meskipun
kepandaian silat pusaka yang mereka miliki dari negeri asal
masing-masing sudah ada juga. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa keempat
pengawal kerajaan itu pada mulanya berasal dari berbagai kawasan yang
berada di sekitar Tanah Basa ( Tanah Asal) , yaitu di sekitar lembah
Hindustan dahulunya. Mereka merupakan keturunan dari pengawal-pengawal
nenek moyang yang mula-mula sekali menjejakkan kaki di kaki gunung
Merapi. Nenek moyang yang pertama itu bernama “Dapunta Hyang”. (
Mid.Jamal, 1984:35).
Kucieng Siam, seorang pengawal yang berasal dari kawasan Kucin-Cina
(Siam), Harimau Campo, seorang pengawal yang gagah perkasa, terambil
dari kawasan Campa , Kambieng Utan , seorang pengawal yang berasal dari
kawasan Kamboja, dan Anjieng Mualim, seorang pengawal yang datang dari
Persia/Gujarat.
Sehubungan dengan itu, kedudukan atau jabatan pengawalan sudah ada
sejak nenek moyang suku Minangkabau bermukim di daerah sekitar gunung
Merapi di zaman purba; sekurang-kurangnya dalam abad pertama setelah
timbulnya kerajaan Melayu di Sumatera Barat.
Pemberitaan tentang kehadiran nenek moyang (Dapunta Hyang) dimaksud
telah dipublikasikan dalam prasasti “Kedudukan Bukit” tahun 683 M, yang
dikaitkan dengan keberangkatan Dapunta Hyang dengan balatentaranya dari
gunung Merapi melalui Muara Kampar atau Minang Tamwan ke Pulau Punjung /
Sungai Dareh untuk mendirikan sebuah kerajaan yang memenuhi niat
perjalanan suci. Dengan maksud untuk menyebarkan agama Budha. Di dalam
perjalanan suci yang ditulis/ dikatakan dalam bahasa Melayu Kuno pada
prasasti tsb dengan perkataan : ” Manalap Sidhayatra” (Bakar
Hatta,1983:20), terkandung juga niat memenuhi persyaratan mendirikan
kerajaan dengan memperhitungkan faktor-faktor strategi militer, politik
dan ekonomi. Kedudukan kerajaan itupun tidak bertentangan dengan
kehendak kepercayaan/agama, karena di tepi Batanghari ditemukan sebuah
tempat yang memenuhi persyaratan pula untuk memuja atau mengadakan
persembahan kepada para dewata. Tempat itu, sebuah pulau yang dialiri
sungai besar, yang merupakan pertemuan dua sungai yang dapat pula
dinamakan “Minanga Tamwan” atau “Minanga Kabwa”.
Akhirnya pulau tempat bersemayam Dapunta Hyang yang menghadap ke
Gunung Merapi (pengganti Mahameru yaitu Himalaya) itu dinamakan Pulau
Punjung (asal kata: pujeu artinya puja). Sedangkan kerajaan yang
didirikan itu disebut dengan kerajaan Minanga Kabwa dibaca: Minangkabaw.
Asal usul Silat Minangkabau
Minangkabau secara resmi sebagai sebuah kerajaan pertama dinyatakan
terbentuknya dan berkedudukan di Pariangan, yakni di lereng Tenggara
gunung Merapi.
Di Pariangan itulah dibentuk dan berkembangnya kepribadian suku
Minangkabau. Pada hakikatnya kebudayaan Minangkabau bertumbuhnya di
Pariangan; bukan di Pulau Punjung dan bukan pula di daerah sekitar
sungai Kampar Kiri dan Kampar kanan.
Bila orang mengatakan Tambo Minangkabau itu isinya dongeng itu adalah
hak mereka, meski kita tidak sependapat. Suatu dongeng, merupakan
cerita-cerita kosong. akan tetapi jika dikatakan Tambo Minangkabau itu
Mitologis, hal itu sangat beralasan, karena masih berada dalam
lingkungan ilmu, yaitu terdapatnya kata “Logy”. Hanya saja pembuktian
mitology berdasarkan keyakinan, yang dapat dipahami oleh mereka yang
ahli pula dalam bidang ilmu tersebut. Ilmu tentang mitos memang dewasa
ini sudah ditinggalkan, karena banyak obyeknya bukan material; melainkan
“Spritual atau kebatinan”. walaupun demikian, setiap orang tentu
mempunyai alat ukur dan penilai suatu “kebenaran” , sesuai dengan
keyakinan masing-masing. Apakah sesuatu yang dimilikinya ditetapkan
secara obyektif, misalnya ilmu sejarah dengan segala benda-benda sebagai
bukti yang obyektif dan benar; sudah barang tentu pula mitologi juga
mempunyai bukti-bukti yang obyektif bagi yang mampu melihatnya.
Bukti-bukti sejarah dapat diamati oleh mata lahir, sedangkan mitologi
dapat diawasi oleh mata batin. Contoh: Pelangi dapat dilihat oleh mata
lahir, sedangkan sinar aureel hanya bisa dilihat oleh mata batin.
Demikian juga bakteri yang sekecil-kecilnya dapat dilihat oleh mata
lahir melalui mikroskop, akan tetapi “teluh” tidak dapat dilihat
sekalipun dengan mikroskop; hanya dapat dilihat oleh mata batin melalui
“makrifat”.
Karenanya mengukur dan menilai Tambo tidak akan pernah ditimbang
dengan ilmu sejarah dan tak akan pula pernah tercapai. Justeru karena
itu mengukur Tambo dan sekaligus menilainya hanya dengan alat yang
tersendiri pula, yaitu dengan keyakinan yang berdasarkan kenyataan yang
tidak dapat didustakan oleh setiap pendukung kebudayaan Minangkabau.
Dalam hubungan ini diyakini, bahwa para pengawal kerajaan sebagaimana
halnya raja itu sendiri, yang kehadirannya sebagai keturunan dari
keluarga istana kerajaan Minangkabau di Pulau Punjung/Sungai Dareh.
Kedatangan mereka ke Pariangan setelah kerajaan itu mengalami
perpecahan, yaitu terjadinya revolusi istana dengan terbunuhnya nenek
moyang mereka, bernama Raja Indrawarman tahun 730 M, karena campur
tangan politik Cina T`ang yang menganut agama Budha. Raja Indrawarman
yang menggantikan ayahanda Sri Maharaja Lokita Warman (718 M) “sudah
menganut agama Islam”. Dan hal itu menyebabkan Cina T`ang merasa
dirugikan oleh “hubungan Raja Minangkabau dengan Bani Umayyah”
(MID.Jamal, 1984:60-61). Karena itu keturunan para pengawal kerajaan
Minangkabau dari Pariangan tidak lagi secara murni mewarisi silat yang
terbawa dari sumber asal semula, akan tetapi merupakan kepandaian pusaka
turun temurun. Ilmu silat itu sudah mengalami adaptasi mutlak dengan
lingkungan alam Minangkabau. Apalagi sebahagian besar pengaruh ajaran
Ninik Datuk Suri Diraja yang mengajarkan silat kepada keturunan para
pengawal tersebut mengakibatkan timbulnya perpaduan antara silat-silat
pusaka yang mereka terima dari nenek moyang masing-masing dengan ilmu
silat ciptaan Ninik Datuk Suri Dirajo. Dengan perkataan lain, meskipun
setiap pengawal , misalnya “Kucieng Siam” memiliki ilmu silat Siam yang
diterima sebagai warisan, setelah kemudian mempelajari ilmu silat Ninik
Datuk Suri Diraja. maka akhirnya ilmu silat Kucieng Siam berbentuk
paduan atau merupakan hasil pengolahan silat, yang bentuknyapun jadi
baru. Begitu pula bagi diri pengawal-pengawal lain; semuanya merupakan
hasil ajaran Ninik Datuk Suri Diraja.
Ninik Datuk Suri Diraja telah memformulasi dan menyeragamkan ilmu
silat yang berisikan sistem, metode, dll bagi silat Minang, yaitu ”
Langkah Tigo ” , ” Langkah Ampek ” , dan ” Langkah Sembilan “. Beliau
tidak hanya mengajarkan ilmu silat yang berbentuk lahiriyah saja,
melainkan ilmu silat yang bersifat batiniyah pun diturunkan kepada
murid-murid, agar mutu silat mempunyai bobot yang dikehendaki dan
tambahan lagi setiap pengawal akan menjadi seorang yang sakti
mendraguna, dan berwibawa.
Dalam Tambo dinyatakan juga, bahwa Ninik Datuk Suridiraja memiliki juga
“kepandaian batiniyah yang disebut Gayueng”. (I.Dt Sangguno Dirajo,
1919:22)
1. Gayueng Lahir , yaitu suatu ilmu silat untuk dipakai menyerang
lawan dengan menggunakan empu jari kaki dengan tiga macam sasaran :
a. Di sekitar leher, yaitu jakun/halkum dan tenggorokan.
b. Di sekitar lipatan perut, yaitu hulu hati dan pusar.
c. Di sekitar selangkang, yaitu kemaluan
Ketiga sasaran empuk itu dinamakan sasaran ” Sajangka dua jari ” .
2. Gayueng angin, yakni menyerang lawan dengan menggunakan tenaga
batin melalui cara bersalaman, jentikan atau senggolan telunjuk.
sasarannya ialah jeroan yang terdiri atas rangkai jantung, rangkai hati,
dan rangkai limpa.
Ilmu Gayueng yang dimiliki Ninik Datuk Suri Diraja yang disebut
“Gayueng” dalam Tambo itu ialah Gyueng jenis yang kedua, yaitu gayueng
angin. Kepandaian silat dengan gayueng angin itu tanpa menggunakan
peralatan. Jika penggunaan tenaga batin itu dengan memakai peralatan,
maka ada bermacam jenisnya, yaitu :
1. Juhueng, yang di Jawa disebut sebagai Teluh, dengan alat2 semacam paku dan jarum, pisau kecil dll.
2. Parmayo, benda2 pipih dari besi yang mudah dilayangkan.
3. Sewai, sejenis boneka yang ditikam berulangkali
4. Tinggam, seperti Sewai juga, tetapi alat tikamnya dibenamkan pada boneka
Kepandaian Silat menggunakan tenaga batin yang sudah disebutkan
diatas, sampai sekarang masih disimpan oleh kalangan pesilat; terutama
pesilat-pesilat tua. Ilmu tersebut disebut sebagai istilah ” PANARUHAN ”
atau simpanan. Karena ilmu silat sebagai ilmu beladiri dan seni adalah
ciptaan Ninik Datuk Suri Diraja, maka bila dipelajari harus menurut tata
cara adat yang berlaku di medan persilatan. tata cara adat yang berlaku
itu disebutkan dalam pepatah Minang : ” Syarat-syarat yang
dipaturun-panaikan manuruik alue jo patuik” diberikan kepada Sang Guru.
PENYEBARAN SILAT MINANGKABAU
Dimasa itu terkenal empat angkatan barisan pertahanan dan keamanan di
bawah pimpinan Kucieng Siam, Harimau Campo, Kambieng Hutan, dan Anjieng
Mualim; keempatnya merupakan murid-murid Ninik Datuk Suri Dirajo.
Sewaktu Datuk Nan Batigo membentuk Luhak Nan Tigo (1186 M ) dan
membuka tanah Rantau (mula-mula didirikan Kerajaan Sungai Pagu 1245 M,
ketika itu Raja Alam Pagaruyung, ialah Rum Pitualo, cicit dari Putri
Jamilah atau kemenakan cicit dari Datuk Ketumanggungan), maka para
pemimpin rombongan yang pindah membawa penduduk, adalah anggota pilihan
dari barisan pertahanan dan keamanan kerajaan.
1. Untuk rombongan ke Luhak Tanah Datar, pimpinan rombongan ialah anggota barisan Kucieng Siam.
2. Untuk rombongan ke Luhak Agam, dipimpin oleh barisan Harimau Campo.
3. Untuk rombongan ke Luhak Limapuluh-Payakumbuh, dipimpin oleh anggota barisan Kambieng Hutan.
4. Untuk rombongan ke Tanah Rantau dan Pesisir dipimpin oleh anggota barisan Anjieng Mualim.
Setiap angkatan/barisan atau pasukan telah memiliki ilmu silat yang
dibawa dari Pariangan. Dengan ilmu silat yang dimiliki masing-masing
angkatan, ditentukan fungsi dan tugas-tugasnya, pemberian dan penentuan
fungsi/tugas oleh Sultan Sri Maharaja Diraja berdasarkan ketentuan yang
telah diwariskan oleh nenek moyang di masa mendatangi Swarna Dwipa ini
dahulunya.
Fungsi dan tugas yang dipikul masing-masing rombongan itu diperjelas sbb:
1. Barisan pengawal kerajaan , Anjieng Mualim berfungsi sebagai penjaga keamanan
2. Barisan Perusak, Kambieng Hutan berfungsi sebagai destroyer atau zeni
3. Barisan Pemburu, Harimau Campo berfungsi sebagai Jaguar atau pemburu
4. Barisan Penyelamat, Kucieng Siam berfungsi sebagai anti huru-hara.
1. Aliran Silat Kucieng Siam:
Sekarang nama Kucieng Siam menjadi lambang daerah Luhak Tanah Datar….
Bentuk dan sifat silat negeri asal Kucin Cina-Siam :
peranan kaki (tendangan) menjadi ciri khasnya. Tangan berfungsi megalihkan perhatian lawan serta memperlemah daya tahan lawan.
2. Aliran Silat Harimau Campo:
Lambang Harimau Campo diberikan kepada Luhak Agam.
Bentuk dan sifat gerakannya:
ialah menyerupai seperti sifat harimau, keras, menyerang tanpa kesabaran
alias langsung menerkam. mengandalkan kekuatannya pada tangan.
3. Aliran silat Kambieng Hutan :
Luhak Limapuluh-Payokumbuh mendapatkan lambang tersebut.
Bentuk dan sifat gerakannya:
banyak menampilkan gerak tipu, selain menggunakan tangan juga disertai
dengan sundulan/dorongan menggunakan kepala dan kepitan kaki.
4. Aliran Silat Anjieng Mualim :
diberikan kepada Tanah Rantau-Pesisir adalah daerah-daerah di sekitar
lembah-lembah sungai dan anak sungai dari pegunungan Bukit Barisan.
Bentuk dan sifat gerakannya:
a. bentuk penyerangan dengan membuat lingkaran
b. bentuk pertahanan dengan tetap berada dalam lingkaran.
bentuk-bentuk gerakan ini menimbulkan gerak-gerak yang menjurus
kepada empat penjuru angin, sehingga dinamakan jurus atau “langkah
Empat”.
Dari sinilah permulaan Langkah Ampek dibentuk oleh Ninik Datuk Suri Diraja.
jadi silat Minang mempunyai dua macam persilatan yang menjadi inti yang khas:
Langkah Tigo ( Kucieng Siam ) dan Langkah Ampek ( Anjieng Mualim ).
kemudian selanjutnya langkah tersebut berkembang menjadi Langkah Sembilan.
Langkah Sembilan selanjutnya tidak lagi disebut sebagai Silat, namun sudah berubah dengan nama Pencak (Mancak).
SILAT LANGKAH TIGO
Silat Langkah Tigo ( langkah tiga ) pada asalnya milik Kucieng Siam,
Harimau Campo, dan Kambieng Hutan; yang secara geografis berasal dari
daratan Asia Tenggara. Akan tetapi setelah berada di Minangkabau
disesuaikan dengan kepribadian yang diwarnai pandangan hidup, yaitu
agama Islam.
Di masa itu agama Islam belum lagi secara murni di amalkan, karena
pengaruh kepercayaan lama dan pelbagai filsafat yang dianut belum
terkikis habis dalam diri mereka.
Namun dalam ilmu silat pusaka yang berbentuk Langkah Tigo dan juga
dinamakan Silek Tuo, mulai disempurnakan dengan mengisikan pengkajian
faham dari berbagai aliran Islam.
Memperturunkan ilmu silat tidak boleh sembarangan. Faham Al Hulul /
Wihdatul Wujud memegang peranan, terutama dalam pengisian kebatinan (
silat batin ). Tarekat ( metode ) pendidikan Al Hallaj yang diwarnai
unsur-unsur filsafat pythagoras yang bersifat mistik menjadi pegangan
bagi guru-guru silat untuk tidak mau menurunkan ilmu silat kepada
sembarangan orang.
Angka 3 sebagai “hakikat” menjadi rahasia dan harus disimpan. Untuk
menjamin kerahasiaannya, maka ilmu silat tidak pernah dibukukan. Dalam
pengalaman dan penelitian yang dilakukan kenyataan menunjukkan, bahwa
amanat ” suatu pengkajian yang bersifat rahasia ” itu sampai kini masih
berlaku bagi orang tua-tua Minangkabau.
kalau sekarang, rahasia itu dinyatakan dalam berbagai dalih, misalnya :
a. akan menimbulkan pertentangan nantinya dengan ajaran yang dianut oleh masyarakat awam.
b. akan mendatangkan bahaya sebagai akibat ” Tasaluek dek kaji ” , seperti: gila.
c. dan sebagainya.
Langkah Tigo dalam silat Minang, didalamnya terdapat gerak-gerak yang
sempurna untuk menghadapi segala kemungkinan yang dilakukan lawan.
Perhitungan angka tiga disejalankan dengan wirid dan latihan, inipun
tidak semua orang dapat memahami dan mengamalkannya karena mistik.
Kaifiat atau pelaksanaannya dilakukan secara konsentrasi sewaktu membuat
langkah tigo. setiap langkah ditekankan pada ” Alif, Dal, Mim “
Tagak Alif, Pitunggue Adam, Langkah Muhammad
Tagak Alif :
Tegak Allah, Kuda-kuda bagi Adam, Kelit dari Muhammad, Tangkapan oleh
Ali, dan tendangan beserta Malaikat. ( sandi kunci bergerak )
SILAT LANGKAH AMPEK
Pembentukan Silat Langkah Ampek oleh Ninik Datuk Suri Diraja di
Pariangan serentak dengan Silat Langkah Tigo. Silat Langkah Ampek,
berasal dari gerak-gerak silat Anjieng Mualim dan pengawasannya turun
temurun juga diserahkan pada Harimau Campo, yang dapat menjelma bila
disalahi membawakannya.
Oleh karena si penciptanya telah menyeragamkan bentuk dan metode serta
pengisiannya. maka silat Langkah Ampek pun dimulai dengan Tagak Alif.
Perbedaannya terletak pada perhitungan angka yaitu 4, sebagai angka
istimewa (ingat mistik Pythagoras). Walaupun bersifat mistik dan sukar
dipahami bagi awam, namun bagi Pesilat sangat diyakini kebenarannya.
Sewaktu membuka Langkah Ampek dilakukan konsentrasi pada Alif, Lam, Lam, Hu.
SILAT LANGKAH SEMBILAN
Perhitungan langkah dalam Silat Minang yang terakhir adalah sembilan.
Dari mana datangnya angka sembilan. Dalam pengkajian silat dinyatakan
sebagai berikut: Langkah 3 + Langkah 4 = langkah 7. Itu baru perhitungan
batang atau tonggaknya. Penambahan 2 langkah adalah :
-Tagak Alif gantung dengan penekanan pada ” Illa Hu ” ini diartikan satu langkah.
-Mim Tasydid dalam kesatuan Allah dan Muhammad, gerak batin yang menentukan, berarti satu langkah.
Menurut faham Al Hulul bahwa apabila yang Hakikat menyatakan dirinya
atau memancarkan sinarnya dalam realitasNya yang penuh; itulah
keindahan.
Pesilat itu adalah seniman dan seorang seniman adalah orang yang
tajam dan tilik pandangannya, yang dapat melihat keindahan Ilahi dalam
dirinya. (Gazalba,IV/1973:527)
Silat Langkah sembilan biasanya dibawakan sebagai “Pencak”
(Minangkabau: Mancak), artinya : Menari. Dalam kata majemuk
“Pencak-Silat” dimaksudkan “Tari Silat”.
Langkah Sembilan memperlihatkan pengembangan gerak-gerak ritmis, dengan tidak meninggalkan unsur-unsur gerak silat.
c. CIKALONG
Bermula dari nama desa Cikalong Kabupaten Cianjur pencak silat
Cikalong tumbuh dikenal dan menyebar, penduduk tempatan menyebutnya
"Maempo Cikalong". Khususnya di Jawa Barat dan diseluruh Nusantara pada
umumnya, hampir seluruh perguruan pencak silat melengkapi teknik
perguruannya dengan aliran ini.
Daerah Cianjur sudah sejak dahulu terkenal sebagai daerah pengembangan
kebudayaan Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen
cianjuran, pakaian moda Cianjuran yang sampai kini dipergunakan dll.
Cikal bakal permainan maempo (maen pohok) ini diajarkan oleh keluarga
bangsawan Cikalong yang bernama Rd.H.Ibrahim dilahirkan di Cikalong
1816 dan wafat 1906 dimakamkan didesa Majalaya Cikalong Cianjur.
Sebelum menunaikan ibadah haji beliau bernama Rd. Djajaperbata yang
memiliki ciri-ciri, bertubuh pendek, berbadan lebar, kekar, tangannya
lancip, keningnya tidak lebar, berwatak keras dan pemberani. Jika
berlatih/menghadapi lawan selalu waspada dan lebih suka menggunakan
teknik bertahan. Teknik serangan yang digunakan selalu diawali dengan
hindaran lalu dilanjutkan serangan beruntun tangan dan kaki. Beliau
tidak saja mahir bermain dengan tangan kosong, melainkan juga dengan
senjata gobang menjadi favoritnya. Permainan maempo dalam hidupnya
sudah menjadi darah daging yang sukar dipisahkan. Kehebatan dan
kemahiran bermain maempo Rd.H.Ibrahim banyak diceriterakan oleh
penduduk tempatan secara ketuktular, salah satu diantaranya:
Konon ketika Rd.H.Ibrahim mengikuti Dalem Prawiradiredja yang lebih
dikenal sebagai Dalem Marhum (wafat 1912) pergi berburu menjangan di
Kecamatan Palumbon, sekarang daerah Kecamatan Mande.
Tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan penduduk, memberitahukan ada
seekor harimau besar di pinggir kali kecil yang sedang meraung.
Dalem Marhum bercanda sembari ngeledek; ucapnya dia bukan pendekar jikalau belum bisa mengalahkan harimau.
Mendengar ejekan Dalem Marhum, Rd.H.Ibrahim telinganya terasa terbakar,
diambilnya gobang kesayangan "Salam Nunggal" yang gagangnya terbuat
dari gading gajah.
Sembari berteriak aku buktikan ucapnya, beliau melangkah tenang dan
meyakinkan pergi diantar penduduk ke lokasi harimau. Disaksikan banyak
mata pertarungan dengan harimau ditepi kali berjalan dengan seru.
Rd.H.Ibrahim mendekati, harimau merasa terdesak dan menerkam dengan
buasnya. Sekali hindar dilanjutkan babatan gobang, mengenai pelipis
harimau jatuh tersungkur mati ditempat. Beliau mengatakan ini
pengalaman pertama dalam hidupnya, perkelaian yang mempertaruhkan hidup
mati. Ucapan selamat sebagai pendekar dari Dalem Marhum penuh
kekaguman, sedangkan masyarakat menceriterakan sebagai kejadian yang
menakjubkan.
Keperkasaan, kesaktian sebagi pendekar Cikalong Rd.H.Ibrahim yang
sampai kini melekat dihati masyarakat pencak silat di Jawa Barat.
Keberhasilan diri menjadi pendekar besar yang tersohor berkat dorongan
dan tempaan dari beberapa pendekar di Batavia.
Guru pertama adalah Rd.Ateng Alimudin (kakak misan) yang memperistri kakak perempuannya yaitu Nji Rd.Siti Hadijah.
Rd.Ateng Alimudin pendekar besar dari Kampung Baru Djatinegara Di
Kampung Baru Rd.H.Ibrahim berlatih dasar-dasar pencak silat hingga
menguasai seluruh jurus permainan Rd.Ateng Alimudin. Kecuali berlatih
pencak silat beliau diajar berdagang kuda bekas milik kompeni untuk
diperjualbelikan di Cianjur.
Dorongan hati untuk menguasai dan mau lebih tahu tentang pencak silat di sokong oleh kakak misannya.
Rd.Ateng Alimudin membawanya ke Kampung Karet, Tanah Abang dan
memperkenalkan ke Abang Ma’rup. Permintaanya untuk mempelajari pencak
silat di kabulkan, beliau dengan semangat dan tekun mempelajari
permaian Abang Ma’rup. Dasar yang kuat memperpendek masa berguru untuk
menguasai jurus-jurus yang diajarkan.
Kecerdasan dan ketangkasan menguasai berbagai jurus pencak silat yang
baru diajarkan sangat menajubkan.(beliau mengangkat sebagai guru kedua)
Menurut keterangan ayahnya Rd.Radjadidiredja, Abang Ma’rup adalah
pendekar tersohor di Batavia karena namanya yang tersohor banyak orang
berdatangan dari udik ingin belajar pencak silat.
Ciri-cirinya berbadan pendek bulat kekar, permainan sangat licin sulit
disentuh lawannya, jurus serangannya sering membuat lawan terpedaya.
Rd.H.Ibrahim yang bekerja sebagai pedagang kuda suatu hari membeli kuda
Europa yang binal di Batavia, kuda yang baru dibeli harus diganti tapal
baru, namun pande kuda tidak ada yang berani memasangnya. Menurut
petunjuk beberapa orang, yang berani hanya Bang Madi di Kampung Gang
Tengah.
Kuda binal itu dibawanya, Bang Madi menerima dengan senang hati atas
bekerjaan yang diberikan. Dengan seribu pengalaman Abang Madi dengan
tenang membuka tapal yang sudah usang dan menggantinya dengan yang
baru. Ketika hendak memaku tapal tiba-tiba kuda binal itu menendang,
dengan gerakan secepat kilat tendangan kaki kuda ditangkis lalu patah
kaki kuda itu.
Kejadian itu terjadi didepan mata Rd.H.Ibrahim, beliau memandang peristiwa ini sangat menakjubkan.
Rd.H.Ibrahim memandangi posteur tubuh pendek dan lebar dengan perawakan
muka yang sabar dan selalu merendahkan diri tak nampak sebagai
pendekar pencak silat. Usut ke usut Bang Madi adalah pendekar pencak
silat yang tangguh, atas seizinnya Rd.H.Ibrahim mengangkat Abang Madi
sebagai gurunya yang ketiga.
Tawaran Rd.H.Ibrahim untuk memboyong Abang Madi ke Cikalong diterima,
beliau mempelajari jurus-jurus permainan Abang Madi sampai mahir.
Mengikuti anjuran guru pertama dan ketiga agar Rd.H.Ibrahim menemuhi
Abang Kari, pendekar tersohor yang tinggal di desa Benteng Tangerang.
Pertemuan Rd.H.Ibrahim dengan Abang Kari di Benteng diterima dengan
tangan terbuka, saat itu diungkapkan niatnya untuk berguru pencak
silat. Setelah tahu kedatangan Rd.H.Ibrahim untuk menuntut ilmu, Abang
Kari memberi nasehat dan penjelasan tentang ilmu pencak silat bukan
untuk ria, takabur atau menyakiti dan mencelakakan orang lain.
Pernyataan kesanggupan dan setia mengikuti aturan yang diberikan, Abang Kari menerima Rd.h.Ibrahim sebagai muridnya.
Diawali melakukan puasa di hari Kemis selama sehari suntuk, yang ditutup pada malam harinya. .
Bentuk upacara yang dilakukan, sesudah mandi bersih duduk bersila di
atas kain kafan menghadap ke kiblat, satu sama lain saling berjabatan
tangan berjanji. Rd.H.Ibrahim bersumpah setia siap menjalankan perintah
dan menghindari larangan yang diajarkan oleh ajaran agama Islam dan
gurunya.
Setelah usai upacara ritual, beliau mendapat pelajaran jurus permainan
Abang Kari. Tepat usia 40 tahun Rd.H.Ibrahim dapat menyelesaikan ajaran
pencak silat Abang Kari, namun yang dirasakan dirinya belum cukup
sebagai pendekar. Keinginnya untuk menuntut ilmu kepada
pendekar-pendekar besar tak pernah kunjung padam. Rasa hormat kepada
gurunya tetap menjadi sandaran hidupnya dan menyatakan Abang Kari yang
berpawakan tinggi besar dan dikeningnya terdapat urat yang besar,
memiliki permainan serangan kaki dan tangan yang keras serta beruntun
sebagai gurunya yang ke empat. Usai pengembaran menuntut ilmu pencak
silat di Batavia, beliau kembali ke Cikalong.
Disela-sela waktu luangnya Rd.H. Ibrahim memadukan seluruh permainan
yang dikuasai dan mengajarkan kepandaiannya kepada keluarga terdekat,
murid pertama yaitu Rd. Sirot Pasar Baru Cianjur dan Rd.H. Enoh De
Hoofd Pengulu Cianjur. Pada saat itu ilmu pencak silat di Jawa Barat
merupakan ilmu beladiri yang dirahasiakan dan tidak mudah didapat oleh
kalangan masyarakat awam. Tidak aneh rasanya jika pencak silat Cikalong
hanya berkembang dikalangan keluarga bangsawan di Cikalong.
Murid-murid Rd.H.Ibrahim semakin hari semakin banyak dan mahir
memainkannya. Pencak silat tumbuh terus berkembang bagaikan barang
hidup seperti bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan sesuai
dengan tempat dan waktu sesuai tuntutan zamannya. Pencak silat yang
dipelajari dari keempat gurunya di Batavia dan Tangerang pada dasarnya
tidak mengenal musik pengiring. Didaerah Cianjur yang terkenal sebagai
pusat kebudayaan Sunda, beralkuturasi dengan kebudayaan setempat.
Bentuk olahan baru pencak silat Cikalong disajikan sebagai ibing penca
yang diiringi musik khusus gendang penca. Ibing penca Cikalong semakin
hari banyak digemari dan terus meningkat peminatnya. Dihari perayaan
hitanan atau pesta tertentu ibing penca diperagakan sebagai tontonan
untuk umum. Semakin banyak penduduk mengenal keindahan gerakan
permainan ibing penca yang berasal dari Cikalong dan penduduk daerah
lain memberikan sebutan " Penca Cikalong". Berkat pengembangan dan
perluasan perkebunan di zaman kolonial Belanda ke Jawa Timur, aliran
pencak silat Cikalong terbawa oleh pekerja perkebunan yang kebayakan
berasal dari daerah Jawa Barat .
Sumber : AD/ART Perguruan Pencak Silat Tri Sukma jati